Minggu, 18 Oktober 2009

Untuk Brosur Kemerdekaan

Hadharat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad Khalifatul Masih II r.a dalam harian Al-Fadhl Edisi 10 Desember 1946, mengemukakan :

“Jika bangsa Indonesia akan mendapat kemerdekaan 100%, tentulah hal ini akan berfaedah besar bagi dunia Islam. Untuk hal itu ada baiknya jika negara-negara Islam pada masa ini dengan serentak memperdengarkan suaranya untuk mengakui kemerdekaan Indonesia serta meminta supaya negara-negara lain juga mengakuinya. Selain itu saya berharap, supaya seluruh mubaligh(utusan) Ahmadiyah yang kini ada di India dan di luar India, yaitu Palestina, Mesir, Iran, Afrika, Eropa, Kanada, Amerika Serikat, Amerika Selatan dan lain-lain mendengungkan serta menulis dalam surat-surat kabar harian dan majalah-majalah yang mereka keluarkan, karangan-karangan yang berhubungan dengan perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia, khususnya meminta kepada negara-negara Islam untuk membantu bangsa Indonesia mencapai kemerdekaannya. Soal kemerdekaan Indonesia harus tiap-tiap waktu didengung-dengungkan, supaya negara-negara di dunia ini memperhatikan hal itu. Sudah menjadi haknya bangsa Indonesia untuk merdeka di masa ini. Bangsa ini adalah bangsa yang maju, memiliki peradaban tinggi serta mempunyai pemimpin-pemimpin yang bijaksana. Mereka adalah suatu bangsa yang besar dan bersatu. Bangsa Belanda yang jumlahnya kecil sekali-kali tidak berhak untuk memerintah mereka.”

Kutipan diatas merupakan sebagian amanat Imam Jemaat Ahmadiyah Internasional yang merupakan perintah kepada para Ahmadi di seluruh dunia dan bukan hanya di Indonesia untuk mendukung, dan membela kemerdekaan Indonesia lepas dari penjajahan yang berabad-abad. Sebagai ummat yang ta’at pada pimpinannya, serentak warga Ahmadi diberbagai belahan dunia menyambut perintah Yang Mulia Hadhrat Khalifatul Masih II Hadhrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad r.a mengumandangkan terus kemerdekaan Indonesia serta mendesak agar pemerintahan di berbagai Negara mengakui kemerdekaan Indonesia khususnya Negara-negara Islam, melalui media informasi saat itu seperti radio, surat kabar, buku-buku, majalah-majalah dan media informasi lainnya. Pada masa itu pula diperintahkan agar melakukan puasa Senin-Kamis sesuai sunnah Yang Mulia Rasulullah Muhammad saw., serta memanjatkan do’a-do’a khusus agar Allah Taala senantiasa menolong bangsa Indonesia dalam perjuangan kemerdekaannya.

Gerakan serentak yang sifatnya Internasional yang dilakukan Jemaat Ahmadiyah dalam mendukung dan mendesak Negara-negara dunia agar mengakui keberadaan Negara Indonesia ini tercatat secara otentik dalam dokumen sejarah bangsa Indonesia, seperti dalam Harian Kedaulatan Rakyat tahun II No.61 Selasa Legi tanggal 10 Desember 1941 hal 1 kolom II, dengan judul ‘MEMPERHEBAT PENERANGAN TENTANG REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI.’ Berikut dibawah ini adalah kutipan beritanya (dengan menggunakan ejaan yang disempurnakan):

“Betapa besarnya perhatian gerakan Ahmadiyah tentang perjuangan kemerdekaan bangsa kita dapat diketahui dari surat-surat kabar harian dan risalah-risalah dalam bahasa Urdu yang baru-baru ini diterima dari India. Dalam surat-surat kabar tersebut, dijumpai banyak sekali berita-berita dan karangan-karangan yang membentangkan sejarah perjuangan kita, soal-soal yang berhubungan dengan keadaan ekonomi dan politik negara, biografi pemimpin-pemimpin kita, terjemahan dari undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia dan lain-lain. Selain itu tercantum juga beberapa pidato yang panjang lebar, mengenai seruan dan anjuran kepada pemimpin-pemimpin negara Islam, supaya mereka dengan serentak meyatakan sikapnya masing-masing untuk mengakui berdirinya pemerintahan Republik Indonesia. Hal yang mengharukan ialah suatu perintah umum dari Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Pemimpin gerakan Ahmadiyah kepada pengikut-pengikutnya di seluruh dunia yang berjumlah lebih kurang dua juta orang, supaya mereka selama bulan September dan Oktober yang baru lalu ini (1946) tiap-tiap hari Senen dan Kamis berpuasa memohonkan do’a kepada Allah swt guna menolong bangsa Indonesia dalam perjuangannya memberi semangat hidup untuk tetap bersatu-padu dalam cita-citanya menempatkan ru’b (ketakutan) di dalam hati musuhnya serta tercapainya sekalian cita-cita bangsa Indonesia”.

Gerakan Ahmadi sedunia ini menjadi sangat penting dan strategis bagi eksistensi Negara Indonesia, karena saat itu Indonesia secara zahir masih dikuasai bangsa asing Belanda dan sekutunya setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945.

Tidak sedikit putera Ahmadi yang gugur sebagai bunga bangsa dalam memperjuangkan kemerdekaan negara tercinta ini. Dorongan imaniat yang merupakan suatu hal yang tak terpisahkan dari kehidupan seorang Ahmadi, suatu kecintaan yang tanpa pamrih, yang dilandasi suatu sabda kudus dari Rasul suci Muhammad saw., bahwa cinta tanah air adalah sebagian dari Iman, mengantarkan Jemaat Ahmadiyah dan warganya untuk selalu tampil berkorban bersama rekan-rekan sebangsanya di mana pun mereka berada. Dalam naskah yang ruang lingkupnya sangat terbatas ini tak dapat kami uraikan secara luas dan terperinci, akan tetapi kami berusaha mengemukakan hal-hal spesifik, yang esensil berkenaan dengan judul di atas dengan serelevan mungkin.

Para anggota Jemaat Ahmadiyah yang tidak kalah patriotiknya, baik anggota biasa maupun pemimpin-pemimpin, ikut aktif bersama-sama rekan-rekan sebangsanya memasukkan diri dalam kancah perjuangan, baik secara langsung mengangkat senjata sebagai anggota BKR-TKR, ataupun lasykar-lasykar rakyat seperti TRIP dan dalam badan-badan perjuangan lainnya seperti “KOWANI”, KNI dan sebagainya.

Ketua PB. Jemaat Ahmadiyah Indonesia pada waktu itu, yaitu Bapak R. Mohammad Muhyidin pegawai tinggi RI, aktif dalam mempertahankan kedaulatan RI di Jakarta. Dan pada waktu akan diadakan perayaan Ulang Tahun RI pertama di Jakarta, beliau diangkat sebagai Sekretaris Panitia. Bahkan beliau sendiri pada hari perayaan kemerdekaan RI pertama akan memimpin barisan pawai dengan memegang bendera Sang Merah Putih di muka barisan. Akan tetapi delapan hari sebelum HUT RI yang pertama, beliau telah diculik oleh Belanda dan hingga kini hilang tak tentu rimbanya. Menurut keterangan Bapak Suwiryo dan Yusuf Yahya (mantan Walikota dan Wakil Walikota Jakarta), beliau telah dibawa oleh serdadu-serdadu Belanda ke suatu tempat di Depok dan kemudian ditembak mati (disyahidkan). Innalillahi wa inna ilaihi roji’uun.

Maulana Nuruddin dan Haji S. Yahya Pontoh giat sekali mengunjungi pemusatan atau tempat-tempat tentara India di Jakarta untuk menjelaskan dalam bahasa Urdu dan Inggeris kepada mereka kebenaran kesucian perjuangan Bangsa Indonesia hingga banyak dari tentara India menjadi insyaf dan melarikan diri dan kemudian menggabungkan diri dan berjuang bersama dengan bangsa Indonesia.

Sebelum pasukan NICA memasuki dan merebut kota Bandung, Bapak Abdul Wahid HA (Ayahanda Mln. H. Abdul Basit Shd., Amir Jemaat Ahmadiyah saat ini) dan Malik Aziz Ahmad Khan, yang pada akhir 1945 bertugas di Jogyakarta aktif sebagai penyiar RRI untuk siaran bahasa Urdu untuk memperkenalkan perjuangan bangsa Indonesia kepada Dunia Internasional.

Mantan Raisut Tabligh Jemaat Ahmadiyah Indonesia Sayyid Shah Muhammad Al-Jaelani Shd., atas jasa beliau dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia mendapat anugerah Pahlawan dari Presiden RI Ir. H. Soekarno. Tanda jasa Pahlawan tertanggal 10 Nopember 1958, diberikan oleh Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia. Sebagai bentuk pengakuan dan penghargaan dari Negara/Pemerintah Republik Indonesia kepada Jemaat Ahmadiyah atas kiprah Jemaat Ahmadiyah dalam perjuangan merebut dan mempertahankan Kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Masih banyak lagi tokoh Ahmadiyah yang lain yang benar-benar telah mencurahkan segenap apa yang ada padanya untuk kepentingan perjuangan Kemerdekaan Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar